Aku yang Dimadu (CERITA-NYA Project #16)
00.43
Oleh: Tio
Nugroho
Innalillahi.. entah
apa yang harus aku katakan setelah lelah. Berusaha membuat mereka paham
pelajaran di sekolah maupun di rumah. Setengah mati harus memutar otak mencari
arah. Doa dan usaha tak hentinya terus menerus tercurah. Hei bocah, aku janji
di tanganku kau akan menyerah!
Banyak sudah
kekesalan yang ku alami di sini. Dikala bertugas jadi guru dalam niatan
mengabdi. Muksin terutama, siswa kelas empat ini tak hentinya bertingkah
menguras rasa. Perhatian yang ku berikan sempurna, seolah hanya jadi bahan
tertawaan baginya. Soal matematika pembagian yang mudah itupun, tak mampu ia
pahami betul selama setengah tahun. Sesekali bisa tercerna, esoknya sudah lupa
entah karena apa. Argh, dia memang paling istimewa.
Belum lagi
si Tarsi anak kelas enam. Sengaja dijadikan ketua kelas supaya suasana ruang
bisa tentram. Tapi sama saja, perilaku ekstrimnya membuat banyak guru
menderita. Suka berkata kotor dalam suara, bergerak bebas saat diperintah olah
raga, dan beberapa kali jadi aktor penyebab tangis adik-adik kelasnya. Tarsi
memang tercipta untuk mengajariku mengenal manusia seutuhnya.
Tapi masih
ada kok siswa yang baik sifatnya. Ada Niluh yang semangat sekali belajar
matematika, ada Sanisah yang sabar ketika ku terangkan IPA, ada pula Sudirman
yang pintar semua pelajaran dan pandai pula mengurus empat adik kecilnya. Aku
mencoba memahami lagi, apa yang salah dari caraku beradaptasi. Mengapa ada yang
mudah tertaklukkan, mengapa pula ada yang membuatku tertekan. Sabar dan syukur
aku terapkan bersamaan. Sampai akhirnya takdir memberi tau, bahwa ternyata aku
telah dimadu.
Ya, Muksin
memilih untuk senang bermain daripada menerima materi agama kemarin. Tarsi
memilih berlagak seperti pria perkasa, daripada diam memperhatikanku terangkan
rumus bilangan akar pangkat tiga. Mereka memilih kekasih bernama kesenangan
pribadi, daripada ilmu yang kutawarkan sedari dulu disini. Maka dari sinilah
aku bereaksi, muhasabah diri lantas membuat strategi baru kembali.
Aku mengajak
Sudirman untuk meramu beberapa “skenario” mata pelajaran. Sudirman yang juga
sahabat Muksin tentu senang dijadikan pemeran utama perubahan. Beberapa bahan
ajar yang ku selimuti permainan telah selesai dipersiapkan. Dengan semangat aku
berangkat sekolah penuh keyakinan. Berharap bahwa si Muksin hari ini
tertaklukkan.
Hari pertama
uji coba ternyata masih gagal belum ada hasilnya. Tapi minimal Sudirman sudah
bersedia membantu serta. Di hari berikutnya dan berikutnya, ada yang berubah
ternyata. Beberapa kali pelajaran disampaikan, aku minta Sudirman mendampingi
Muksin hingga paham. Ketika cara ini terus dihelat, kedua sahabat ini terlihat
makin akrab. Aku senang sekarang, minimal Muksin sudah ada gelora memperhatikan
pelajaran. Tidak me-madu-ku dengan imajinasi tawa dan permainan. Walau bermain
itu bagus, kalau berlebih tiada baik lagi bukan?
Untuk Tarsi
ada caranya sendiri. Aku menerapkan strategi unggulan psikologi. Yaitu bicara
personal dari hati ke hati. Membuat beberapa kata motivasi dan dorongan agar
dia berprestasi. Memberikan pemahaman agak aneh dengan berkata, “Malu dong Tar
sama anak perempuan, mereka nilainya diatas kamu lho!” Dan syukurnya itu ampuh.
Membuat naluri pria perkasanya kian tumbuh. Tarsi akan malu kalau sampai dia
tak bisa menjawab pertanyaan dan soal dariku. Minimal dia akan menuduhku tak
adil padanya dengan berkata, “Soalnya sulit sekali Pak Guru...tadi soalnya Nila
mudah kok!” Aih, ini anak memang pria perkasa tak mau kalah dari wanita.
Itulah
teman, beberapa ceritaku di-madu perasaan. Siswa-siswaku yang lucu itu,
ternyata dulu belum menerimaku utuh sebagai kekasih baru. Tapi untunglah Allah
berikan inspirasi, hingga adaptasi itu berjalan dengan penuh ceria menyenangkan
hati. Kau tau, Muksin kini telah naik peringkat di kelasnya. Beberapa pelajaran
telah mampu dia suka. Tentu saja, Sudirman tetap menjadi sahabat terbaiknya.
Untuk Tarsi bisa dibilang mengejutkan sekali. Dia mampu meraih peringkat empat
nilai ujian sekolah di tahun ini. Mengalahkan beberapa siswa yang harusnya
bernilai tinggi. Mereka memang hebat, membuatku tak henti bersyukur dalam
taubat.
Semoga kisah
ini menjadi catatan kenangan indahku bersama mereka, makhluk paling indah yang
pernah ku temui di dunia. (*)
(Penulis adalah Pengajar Muda di daerah penempatan Bima, NTB)
(Foto diambil dari google oleh admin blog RDM)
0 comments