“Anak Mutiara Terpendam di Pesisir Teluk Lampung” (CERITA-NYA Project #20)

08.13

Oleh Tian Cahyadi 
(Juru Dongeng Rumah LAMDA)

Mentari sedang menari lincah-lincahnya siang itu. Teriknya membuat siapapun memercingkan matanya ketika berjalan. Semburat sinarnya muncul di sela-sela gang kecil dimana banyak jagoan-jagoan kecil sedang asyik bermain dengan dunianya. Inilah tempatku, di sekitaran pesisir teluk, kota kelahiranku. 

Banyak sekali kisah-kisah inspirasi cilik yang dimulai dari sebuah bangunan setengah kayu setengah semen yang berlantai dua di kampung bumiwa. Saat bulan di tengah tahun, aku datang pertama kali di dusun ini, Dusun Lima. Bertemu Pak Idris, Kepala Lingkungan yang bekerja sebagai tukang gas elpiji keliling. 

Disinilah aku mulai belajar dan mengerti apa itu arti bersyukur. Rasa bahagia tak terkira ketika berbagi apapun yang kita punya dengan ketulusan. Kisah ini ku awali dengan teman-teman satu almamater yang datang mengajar anak-anak  disana. Oh tidak aku bukan mengajar tetapi aku yang belajar dari mereka. 

“Kak, aku belajar sabar disini, anak-anaknya luar biasa” kata salah seorang relawan pengajar. 

“Nahh itu salah satunya kami belajar disini. Bukan datang mengajar, jadinya malah datang belajar. Salah satunya, belajar bersabar,” jawabku sambil menata buku-buku. 

Dunia mereka sangat indah bagiku. Suatu ketika disela waktu istirahat mengajar, salah seorang relawan berkomentar, “anak-anak disini luar biasa aktif ya kak, mereka itu sangat menyebalkan kadang-kadang, tetapi merindukan sekali”. Aku menjawabnya dengan tawa dan berkata “iyaa banget.” 

Siapa sih manusia yang tidak rindu dengan kehadiran anak ditengah-tengah kehidupan kita. Karena mereka juga amanah Allah Yang Maha Mulia. Seperti disini, aku banyak menemukan kisah lugu anak-anak. Pernah suatu saat, seorang kakak wanita relawan, mendapat hidayah menggunakan jilbab hanya karena beberapa kalimat yang keluar dari seorang anak yang ia berumur 5 tahun disana. Walau masih berumur belia, kala itu ia sudah memakai jilbab dan sangat menyukainya. 

Ceritanya begini, saat anak tersebut berbincang dengan relawan yang, sebut saja namanya Tyas, tetiba bocah ini menyeletuk, “Kak tiyas kok ngga pake jlibab kayak Kak Indah?," ucapnya dengan cadel. “Hahh, iyaa..,” jawab tyas. Lalu bocah kecil ini menyeletuk kembali “memang nggak takut sama Allah kak, nggak takut sama nerakanya Allah ya?,” gaya cedalnya membuat aku yang mendengar hening. Tetiba aku mengamati Tyas diam seribu bahasa, kulihat ada yang tertahan diwajahnya. Si kecil Dina yang berumur 5 tahunan pun  kembali berlarian kesana kemari seperti biasa. 

Sebulan setelah kejadian itu, Tyas datang ke rumah belajar. Dan tebak apa? Ia kini mengenakan jilbab dan sampai sekarang aku tak pernah menanyakan penyebab ia memakai jilbab. Aku hanya bisa bersyukur mengucap Alhamdulillah.

Ada banyak hal yang aku pelajari di Rumah Belajar LAMDA, 2 tahun aku berinteraksi dengan mereka, 2 tahun itu pula aku tidak sekedar berbagi tetapi belajar banyak dari anak-anak itu. Aku belajar bagaimana mendidik anak-anak dengan penuh kelembutan, menyayangi anak-anak, menghargai perasaan dan perilaku mereka. 


Anak-anak itu sangat peka dengan perasaan ketika ia berinteraksi, diberi perhatian dan kasih sayang serta pendekatan lemah lembut membuat ia merasa dekat dan mempunyai ikatan perasaan dengan kita, seiring berjalannya waktu. Disana aku belajar mendorong anak-anak untuk giat mencari ilmu dan bergaul dengan akhlak yang baik. Itu membuat aku pun belajar menjadi teladan dan terus memperbaiki diri. Aku mendorong mereka untuk berbakti kepada orang tua dan aku pun belajar banyak menjadi orang tua nantinya. Terakhir, aku jadi sering berdoa untuk mereka. Agar mereka kelak menjadi generasi penerus yang cerdas, sholeh, dan berakhlak mulia. 

Mereka anak-anak kami yang terlahir dari rasa ingin berbagi. Mereka anak-anak inspirasi kami. Dunia anak memang selalu mengasyikkan, yang ada hanya kesenangan, canda tawa dan kepolosan. Belum ada dosa, susunan kata-kata yang keluar dari mulutnya itu manis selalu mengundang gelitik dan tawa kita. Bahkan membuat kita terpingkal-pingkal dibuatnya. Mereka anak mutiara terpendam di pesisir Teluk Lampung.

Kami menginginkan generasi yang mampu menundukan cakrawala..
Generasi yang mampu mencabut sejarah dari akarnya..
Dan generasi yang mampu membasmi fikiran dari pusatnya..
Kami menginginkan generasi masa depan..
Yang berbeda-beda raut mukanya.. tidak pernah mengampuni kesalahan..
Tidak juga mentolerirnya..
Tidak pernah bergeming..dan tidak kenal munafik..
Kami menginginkan generasi.. Seorang pelopor..Seorang raksasa ilmu
Wahai anak-anakku..
Dari semenanjung samudra sampai teluk,
Kalian semua adalah bulir bulir harapan..
Mutiara terpendam..mutiara kehidupan..
Dan kalian adalah generasi yang akan membuka belenggu..
Dan membunuh kemalasan serta khayalan dari kepala kami..
Wahai anak-anakku..
Kalian semua adalah orang-orang suci..
Dan bersih..seperti embun dan salju..
Dan bersih..

Janganlah kalian belajar mengikuti generasi kami yang terkalahkan,wahai anakku..
Karena kami telah gagal..
Kami laksana biji semangka dan pandir..
Kami rapuh dan rapuh..seperti sebuah alas..
Janganlah kalian membawa sejarah kami yang buruk..
Janganlah kalian ikuti jejak kami yang hitam..
Dan janganlah kalian terima pemikiran kami yang kotor..
Jadikanlah semuanya itu pelajaran untuk menegakkan kebenaran ke depan..
Wahai anak-anakku..


Sang peneduh di musim semi.. untaian harapan dan mimpi kami..
Kalian adalah benih pohon kesuburan dalam hidup kami yang tandus..
Dan kalian adalah generasi yang akan menghancurkan kekalahan..
Menegakkan panji kebenaran..
(*)

Bandar Lampung, 22 Juli 2014.
Untuk Seluruh Anak Indonesia dan Dunia!!
Cerita Pengalaman bersama Anak Indonesia (CERITA-NYA Project)
(Foto diambil dari dokumen pribadi penulis dan google images oleh admin blog RDM)



You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe